Pages

RSS

Minggu, 04 April 2010

Selamat Jalan Emirku



“Anak-anak adalah bunga yang harum. Dan bunga kesenanganku adalah Hasan dan Husein.(HR. Ad Dailami)

Bergetar seluruh tubuhku ketika ku melihat hasil tes kehamilan, POSITIF. Ada sesuatu yang membuatku merasakan kebahagiaan yang tak terhingga. Ya di perutku akan tumbuh janin dari yang awalnya berbentuk larva hingga ia tumbuh menjadi manusia kecil yang lucu, sungguh menakjubkan.
Aku segera memberitahu suamiku tentang kabar bahagia ini, ia tersenyum dan memelukku. Namun reaksinya tak seperti yang kuharapkan, aku membayangkan ia akan bersujud, mencium tanganku dan menangis, seperti di sinetron Indonesia, sok dramatis, hehe.. Aku paham, ia adalah laki-laki yang kadang sulit mengekspresikan perasaannya. Tapi akhirnya ia mengakui, bahwa sebenarnya ia sudah punya ”feeling” kalau aku sedang mengandung, ia tahu dari perubahan sifatku yang sering uring-uringan akhir-akhir ini.
Pernikahan kami kala itu menginjak bulan ketujuh, semua keluarga baik di pihak suami maupun aku, sangat menunggu kabar baik ini. Murid-muridku pun di tempat aku mengajar dahulu selalu menanyakan kapan aku segera hamil, bahkan di minggu pertama kami menikah. Kadang hal itu sempat membuatku sewot. Akhirnya pengharapan itu berbuah dan tentu saja kabar kehamilan ini langsung kusebar, agar semuanya bisa merasakan kebahagiaanku.
Hari demi hari ku lalui menunggu lahirnya sang buah hati, perkiraan ia akan lahir sekitar bulan Februari 2010, ah tak sabar rasanya menuggu ia hadir, sembilan bulan seakan seabad lamanya. Suamiku sangat kreatif, ia sudah menyiapkan sejumlah nama, baik untuk bayi perempuan,laki-laki hingga sepasang nama, barangkali anak kami nantinya kembar. Emir nama depan untuk anak laki-laki, Emirah buat anak perempuan. Jika kembar tetap nama depan mereka sama, hanya nama belakangnya yang berbeda. Mungkin suamiku terinspirasi dengan sosok Emir dalam film Garuda di Dadaku, atau tokoh ”si kreatif” Emil dalam novelnya Astrid Lingdren.
Ia juga sangat menjaga makanan yang aku konsumsi, selain harus bergizi, bersih dan halalan dan thoyyib tentunya. Aku dilarangnya jajan sembarangan, karena belum tentu makanan yang dijual di luar mempunyai 4 syarat yang kusebutkan tadi. Itulah salah satu wujud pertanggung jawaban sang calon ayah, karena makanan turut mempengaruhi baik-buruknya DNA, yang tentu saja akan mempengaruhi baik buruknya akhlak seorang anak.
            Di awal kehamilan, aku tak merasakan keluhan layaknya wanita hamil, hanya sedikit mual dan pusing. Aktifitas keseharianku tak terganggu, masih ikut kajian dimana-mana dan aku masih bisa berkendaraan sendiri, tanpa ku sadari itulah awal penyebab nestapa itu terjadi.
            Manusia boleh berencana namun Tuhan lah yang menentukan semuanya. Tanggal 17 Juli semua mimpi itu seakan berakhir. Setelah shalat Dzuhur, keluar flek-flek kecoklatan, seperti darah awal menjelang haid. Dengan pikiran baik, aku berfikir itu hanya flek biasa. Kemudian aku cek kembali setelah shalat Ashar, namun ternyata fleknya semakin banyak. Aku pun panik, tanpa ba-bi-bu langsung ku hubungi suamiku yang masih dikantor.
Dari jauh ia menenangkanku, karena istri salah satu temannya ada yang mengalami kejadian serupa, tapi kandungannya tidak ada masalah, flek tersebut bisa jadi hanya disebabkan infeksi atau bisa juga karena proses peluruhan zigot atau nidasi. Aku semakin tenang setelah ku baca artikel kehamilan tentang flek di trimester pertama, mayoritas disebabkan oleh hal-hal tersebut.
Hingga 4 hari kemudian, flek-fleknya belum reda, perutku pun terasa mulas, seakan mau datang bulan. Inginku periksa ke dokter, namun hari itu tanggal merah, jadi kami pun mengurungkan niat.
Esok paginya ketika aku ambil air wudlu untuk salat subuh, darah yang mengalir sangat banyak. Tentu saja aku sangat panik, suami ku meminta untuk bersabar dan tenang agar darahnya tak semakin banyak, walau aku melihat wajahnya menyiratkan kekalutan.
Akhirnya pagi itu juga kami ke klinik. Dokter memeriksaku dengan teliti. Beberapa menit kemudian dia bersitatap dengan perawatnya dan menggumamkan sesuatu yang membuatku menangis pilu walau hanya dalam hati, ”Dereng rezekine” katanya. Hasil USG mengatakan bahwa janin tidak ada, yang tertinggal hanya plasenta dan kantongnya. Istilah kedokterannya ”Blighted Ovum”, kehamilan kosong, ini sering terjadi menimpa kehamilan di trimester pertama, namun hingga kini belum diketahui secara pasti penyebabnya. Bisa jadi akibat kurangnya kromosom pembentuk DNA, terpapar virus rubella, toxoplasma, dan lain-lain, sebagian mengatakan bahwa ini hanya masalah faktor keberuntungan. Belakangan ku ketahui dari dokter kandunganku yang lain, sebenarnya aku mengalami abortus atau keguguran bukan blighted ovum.
Dokter mengeluarkan plasenta dan kantong rahim. Tak pernah kubayangkan sebelumnya, sakit dan kesedihan yang ku derita ketika harus kehilangan calon buah hati. Ia yang selama ini ku nantikan, yang akan mengisi hari-hari sepiku dan ruang hatiku yang kosong telah pergi, dan aku harus bersabar untuk mendapatkan kembali anugrah itu.
Aku melihat sekilas plasenta dan kantong rahim adek yang telah dikeluarkan dokter, seakan-akan aku melihat bayiku disana tersenyum dan melambaikan tangannya padaku. Perawat menanyakan pada kami, apakah kami sendiri yang akan memakamkannya atau lewat pihak klinik.
Jika kami yang memakamkannya, kami khawatir lingkaran kesedihan akan selalu menyertai kami, jadi kami memutuskan opsi kedua, biar pihak klinik yang mengurus semuanya. Kami percaya pada klinik tersebut, karena pengelolanya adalah muslim yang taat.
Untuk yang terakhir kalinya, aku melihat plasenta itu sekaligus meneguhkan diri untuk mengucapkan selamat tinggal padanya ”Selamat jalan Emirku sayang, semoga kau menjadi pelayan bidadari di surga sana” dan kuhembuskan kecupan terakhirku..





0 komentar:

Posting Komentar