Pages

RSS

Minggu, 28 Maret 2010

Lelaki Penjaga Cinta (1)


Lelaki Penjaga Cinta: Setia Sampai Akhir


Bila cinta bertahta, yang tak mungkin menjadi mungkin
Peribahasa India

            “Bagaimana Kak? Bu Titi dan keluarganya sudah setuju tinggal keputusan Kakak” Tanya ayahku pada kakak sepupunya. Yang ditanya hanya tersenyum sambil merenung, langkah yang akan ia ambil terasa berat. Izin dari anak-anaknya sudah ia kantongi, namun ada sesuatu yang mengganjalnya. Dengan helaan nafas yang berat ia pun akhirnya memutuskan ”Sudahlah Yok, Kakak sudah tua, ingin ngurusi masjid dan anak-anak sajalah” jawabnya diplomatis.
            Orang tuaku berencana menjodohkan Uwak Salim yang merupakan kakak sepupu ayah dengan seorang janda cantik paruh baya di desaku. Suaminya baru beberapa bulan meninggal. Wak Salim pun sudah setahun menduda, istrinya meninggal karena diabetes.

Selasa, 23 Maret 2010

Dan Ia Pun Pergi Dengan Luka


Kenangan adalah anugrah Tuhan yang tak dapat dihancurkan oleh maut
Kahlil Gibran 

            Wanita itu hanya tersenyum getir ketika orang-orang menanyakan kebenaran berita tentang permasalahan dikeluarganya. ”Tanya saja suami saya!” jawabnya singkat sambil berlalu pergi meninggalkan orang-orang yang bertanya-tanya. Hatinya terguncang.
            ”Sayalah yang memilihkan” ungkapnya suatu hari setelah kejadian tersebut. ”Saya melakukannya untuk dakwah dan menjalankan Sunnah Rasul,” tambahnya dengan senyum yang berarti ganda.
            Ummi Nisa, wanita tabah itu dengan berat hati merelakan suami yang telah ditemaninya selama belasan tahun, dan telah memberinya sembilan orang jundi-jundiyah itu beristri lagi. Poligami, begitu kata yang di takutkan para istri, akhirnya dirasakannya.

Minggu, 21 Maret 2010

Adinda, Kisah yang Disia-siakan


“Kau bunga ditaman, nyalakan mekarmu dipagaridari sucinya hati, seorang wanita terpelihara. Ia bagai menduga, kembangmu tetap indah dari nur keimanan menjulang dijiwamu...”
diambil dari penggalan sebuah Nasyid..
           
            Sebut saja namanya Adinda, seorang perempuan cantik, wajahnya mirip salah seorang aktris sinetron Indonesia, ia bagaikan kembang yang baru mekar, harumnya semerbak ditaman hingga banyak kumbang yang ingin mengecap madunya. Namun sebagai seorang wanita yang sadar akan fithrahnya ia menjaga baik kesuciannya, walaupun baru setahun mengecap manisnya hidayah, ia sudah menjalankan syariat sepenuh hati.
            Tibalah masanya di kala ia harus menentukan seorang pendamping hidup. Seorang karib menawarinya seorang pemuda shalih nan bersahaja, di sisi lain ada pula seorang pemuda yang telah mapan menawarkan indahnya mahligai rumahtangga. Sebagai pribadi yang ingin menegakkan sunnah Rasul ia pun lebih memilih pemuda shalih dibandingkan pemuda lain yang telah mapan itu, karena ia menginginkan rumah tangga yang dihiasi oleh perhiasan surgawi, bukannya perhiasan duniawi.

Senin, 15 Maret 2010

Kerinduan Istri Sang Imam



Saya gak enak minta anak-anak untuk bantu saya berangkat haji. Insya Allah masih ada jalan rezeki buat saya pergi ke sana.

”Duduk di sini saja, Mbak” ujar seorang ibu berkacamata menawariku tempat duduk di lantai masjid. Ketika itu, aku tengah menunggu suamiku yang sedang berkonsultasi kesehatan pada imam masjid di kampung kami mengontrak. Suasana subuh di bulan Ramadhan tahun ini cukup panas. Kami lebih suka duduk di lantai karena hawanya lebih sejuk.
”Bapak pintar pijit refleksi ya, Bu?” tanyaku padanya.
”Ya begitulah, cukup banyak, sampai Bapak dulu pernah masuk rumah sakit karena kecapekan saking banyaknya pasien,” terang ibu itu.